Selasa, 17 Mei 2016

Mengendalikan arus

Di era percepatan seperti sekarang ini, sesungguhnya banyak sekali celah-celah yang muncul. Entah sebagai kemanfaatan atau malah menjadi sebuah jurang yang curam. Tentu di era yang serba digital ini kita tidak lantas meninggalkan apa yang menjadi hal yang "kurang tren" atau kurang masa kini. 
المحُاَفَظَةُ عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ
Merupakan kaidah yang cukup relevan untuk menjadi pijakan kita dalam melangkah kini. 

Keberadaan teknologi yang semakin tahun semakin canggih memaksa kita untuk terus menjadi seseorang yang modern. Mau tidak mau kita harus mengikuti arusnya tanpa hanyut dalam aliran yang deras itu. 

Hal itu tidak boleh dipandang sebelah mata. Kemanfaatan teknologi kini menjadi budaya yang dianggap hedon, bahkan seringkali menjadi sebab bagi datangnya kemadharatan. Hal seperti itu tidak lepas dari peng-agung-an teknologi secara berlebihan. Keberadaannya seringkali menjadi kambing hitam dari sebuah kesalahan yang terjadi. 

Penggunaan teknologi semacam itu semakin memperburuk citranya. Seperti kasus-kasus yang terjadi baru-baru ini juga melibatkannya, empat belas pemuda yang menyerupai hewan. 

Kita sebagai agen perubahan sekaligus objek perubahan harusnya bisa memposisikan diri. Bagaimana kemudian kita memperlakukan perubahan yang ada, bagaimana kita bisa mengendalikannya. 

Di zaman percepatan seperti sekarang ini tentu kitalah yang harus memegang kendali. Memanfaatkan teknologi serta mengaplikasikannya dalam hal kebaikan. Semoga kita dihindarkan dari kesesatan. Aamiin. 

Sabtu, 07 Mei 2016

Ridhomu adalah ridho-Nya

Kebahagiaan seorang anak adalah puncak kebahagiaan orang tua. 

Hal itu mengingatkan kita semua akan pentingnya hidup berdampingan, hidup bersama orang lain. Saling membahagiakan, bukan malah saling merenggutnya. Yang sering terjadi justru berlomba mencari kebahagiaan dengan jalan merampas, merampas kebahagiaan orang lain. 

Kebahagiaan seringkali membuat kabur antara hitam ataupun putih. Mengaburkan yang seharusnya atau yang tidak semestinya. Hitam-putih kemudian menjadi filter dalam upaya menuju kebahagiaan yang abadi. Etika juga tak boleh luput darinya. 

Memandang kebahagiaan dengan sebelah mata hanya akan membuat kita tersesat. Kita harus memandangnya dengan lebih komphrehensif. Tidak melihat sesuatu dalam sudut pandang yang kita inginkan saja. Tapi bagaimana kemudian kita memadukannya dengan hal lain yang terkait. Misalnya orang tua yang ingin bahagia, mereka harus memandangnya juga sebagai tanggung jawab. Tidak hanya tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya tapi juga sebagai tanggung jawab seorang hamba kepada Tuhannya. 

Kita yang merupakan hamba yang serba kekurangan ini tentu harus tau dari mana kehidupan kita berasal dan kembali suatu saat nanti. Semoga kita tetap menjadi manusia yang senantiasa diridhoi orang tua kita. Tanpa itu mungkin kita hanya menjadi manusia yang dimurkai Tuhannya. 

Senin, 02 Mei 2016

Komitmen ini begitu kuat, begitu juga keinginan ini. Entah sudah berapa kali keduanya saling menikam. Untuk saat ini yang pertama begitu dominan. Bukan soal benar-salah lagi, keyakinan ini begitu mendominasi. Benar dan salah hanya soal persepsi, tapi hati-lah yang kemudian mengarahkannya.

Ada ribuan pertanyaan dan pernyataan yang selalu muncul, yang lantas tak bisa dituangkan dalam bentuk kata. Sebuah kata hanya mewakili sebagian, tidak benar-benar bisa menjelaskan. Waktulah yang terkadang bisa menjelaskan dengan gamblang apa yang terjadi dan bagaimana seharusnya. 

Entahlah semuanya pasti akan terjadi, dan seharusnya begitu. Waktu tak akan melewatkannya begitu saja. Pada saatnya nanti semua akan terjawab tanpa harus mencarinya.