Ipank
Just Write...
Selasa, 30 Mei 2017
Jodoh, bisakah berubah?
Sabtu, 27 Mei 2017
Ikhlas
Bagi seorang muslim, bulan ramadhan merupakan bulan dalam berlomba-lomba meraih sebanyak-banyaknya pahala. Tawaran Allah di bulan yang suci ini begitu menarik, tak ayal umat muslim berbondong-bondong bahkan berebut pahala yang ditawarkan. Masjid pun ramai, begitu juga riuh lantunan al-Qur'an berkumandang dari setiap sudut. Tak hanya itu, konten hiburan yang biasanya hanya menawarkan kesenangan, keindahan duniawi dan sebagainya berubah "alim" begitu memasuki bulan ramadhan. Pun status-status di media sosial mendadak lebih santun dan agamis.
Namun demikian dalam berlomba-lomba meraih pahala hendaknya dilakukan secara continue, tidak hanya di bulan ramadhan. Selain itu ibadah yang dilakukan tidak boleh hanya menjadi hiasan atau kebutuhan upload semata. Perbuatan semacam itu justru menjadikan ibadah yang sudah dilakukan menjadi sia-sia.
Selain itu dibutuhkan juga keikhlasan dalam setiap melakukan ibadah. Dimana ikhlas menjadi sangat krusial dalam menentukan diterima atau tidaknya ibadah kita.
Ikhlas sebagaimana yang dimaksud, dalam tasawuf terdapat tiga tingkatan. Pertama, seseorang melakukan ibadah dengan tujuan mencari duniawi. Misalnya, seseorang melakukan shalat dhuha agar diberikan kelancaran rizki dan seterusnya. Kedua, sesorang beribadah karena mengharapkan surga. Kedua tingkatan ikhlas tersebut bukan berarti salah, namun yang paling mendekati benar adalah tingkatan ikhlas yang terakhir, beribadah karena semata-mata mengharap ridha Allah. Apakah beribadah dengan mengharap sesuatu selain ridha Allah tidak diperbolehkan?
Tentu saja boleh, meminta rizki, panjang umur, jodoh dan sebangainya merupakan salah satu perintah Allah. "Ud'uunii astajib lakum", disitu jelas sekali. Namun hal itu bukanlah tujuan utama ketika kita beribadah.
Biarlah Allah yang menilai ibadah kita, bukan berdasarkan banyaknya "like" atau banjirnya komentar. Bahwa tak ada kenikmatan dunia apapun yang mengalahkan kenikmatan yang Allah janjikan di hari kelak. Imbalan di dunia tak ada apa-apanya dibanding imbalan yang ditawarkan-Nya kelak.
Marhaban yaa Ramadhan
Semoga kita senantiasa diberikan kelancaran dan istiqomah dalam beribadah
Aamiin
Sabtu, 06 Mei 2017
Kamu
Kau tau bedanya sepi dan rindu
Sepi itu kamu
Aku itu rindu
Ya, sepi bisa disembuhkan oleh siapapun, oleh apapun
Itulah kamu yang menganggapku pengusir sepimu
Tapi rindu, hanya akan semakin dalam, sesak
Hanya kamu yang bisa mengobatinya
Hanya kamu, bukan segala hal tentangmu
Bukan pula sesuatu yang mengingatkan tentangmu
Bukan itu, bukan
Hanya kamu
Selasa, 28 Maret 2017
Bukankah kita hanya manusia?
Menjadi diri sendiri bukanlah hal yang mudah. Bahwa kita bertindak sesuai dengan yang diinginkan/difikirkan, masih mungkin. Tapi bagaimana mungkin tindakan maupun pikiran kita tidak terpengaruh dengan hal-hal di luar dari diri kita, hampir mustahil. Tapi yang paling tidak pantas adalah bertindak dengan mempertimbangkan balasan, atau bahkan membalas tindakan dengan pertimbangan orang lain pernah memberikan "sesuatu" kepada kita.
Seringkali kita memberikan "sesuatu" kepada orang lain dengan mempertanyakan dahulu siapa yang akan kita beri, dari mana ia berasal atau bahkan berpikir tentang keuntungan apa yang akan kita peroleh darinya.
Memberilah tanpa mengharap
Mengharaplah tanpa meminta
Memintalah tanpa memaksa
Bahwa Tuhanlah yang Maha Segalanya
Rabu, 22 Februari 2017
Sabtu, 04 Februari 2017
Akhlak
Memang hal itu tidak sepenuhnya salah, akan tetapi kalau kita lihat beberapa kasus yang ada, "hukum" menjadi sebuah senjata untuk menusuk lawannya. Persoalan kekuasaan, penghapusan jejak, dan sebagainya menjadi penyebabnya.
Produk-produk hukum kita memang masih dalam upaya perbaikan terus-menerus, memang masih banyak kelonggaran yang bisa dimanfaatkan beberapa oknum yang pintar mencari celah.
Tapi menurut hemat saya bukan itu masalahnya. Benar memang masih banyak kekurangan2an disana-sini.
Perilaku-lah yang seharusnya lebih ditekankan. Bukan lagi mencari cara untuk menjatuhkan musuh. Perilaku-perilaku leluhur kita yang pemaaf, nerimo ing pandum dll sepertinya sudah terlupakan. Tapi mau bagaimana lagi, kekuasaan memang membutakan. Semboyan Jokowi tentang revolusi mental sepertinya hanya menjadi penghias kampanye belaka. Bahkan hari ini kita mengalami kemunduran.
Agama kita, khususnya Islam sebenarnya sudah menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang berbuat, berbicara ataupun bertindak. Agama yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak sebenarnya sudah bisa menjawab bagaimana idealnya sesorang berlaku di dunia ini.
Agama memang mengajarkan tentang halal dan haram, tapi juga mengajarkan keyakinan, terpuji dan tercela, amar ma'ruf (memerintah dengan arif/bijaksana) dan sebagainya. Kita lupa dengan bangunan agama yang paling penting, yaitu akhlak. Tanpa akhlak hampir mustahil umat islam menjadi besar seperti saat ini. Nabi Muhammad tidak hanya menegaskan keasaan Tuhan, haramnya kedzaliman, akan tetapi Beliau mengutamakan akhlak baik dalam perilakunya maupun perkataannya.
Mari kita mulai dari diri kita,,,
Jumat, 28 Oktober 2016
Kurma Pembawa Petaka
Setelah kurma tersebut usai dibungkus dan akan dibawanya pergi, Ia pun melihat sebuah kurma yang jatuh di sekitar kios tempat Ia membeli kurma dan mengambil kurma tersebut lalu memakannnya karena ia mengira kurma tersebut jatuh dari bungkus miliknya. Ia pun kemudian pergi menuju Palestina.
Setelah empat bulan lamanya, Ia pun tiba di masjid al-Aqsa. Dan seperti sebelum-sebelumnya Ia memilih tempat yang biasa ditempatinya di bawah kubah. Lantas Ia berdoa dengan khusyu'. Tiba-tiba Ia pun mendengarkan percakapan dua malaikat yang sedang membicarakannya.
"Itu Ibrahim bin Adham, seorang zuhud dan wara', yang doanya selalu dikabulkan Allah", kata salah satu malaikat.
Satunya lagi menyahut, "Tapi sekarang tidak lagi, doanya tidak lagi diterima karena beberapa bulan lalu ia memakan sebuah kurma yang bukan miliknya."
Mendengar percakapan dua malaikat tersebut, Ibrahim pun terkejut dan menyadari bahwa selama empat bulan ini doa dan seluruh ibadahnya tidak diterima hanya karena memakan kurma yang bukan haknya. "Astaghfirullah," gumamnya.
Ia pun bergegas kembali ke Makkah meminta ke-halal-an kurma yang telah ia makan.
Sesampainya di sana, ia langsung menuju kios tempat penjual kurma yang pernah ia beli beberapa bulan yang lalu. Tapi di sana Ia hanya menemukan sosok pemuda yang menjual kurma. Kemudian Ibrahim bertanya, "Dimanakah kakek tua yang dulu menjual kurma?". Pemuda lalu menjawab, "Dia sudah meninggal satu bulan yang lalu".
"Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un", Ibrahim pun kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada pemuda penjual kurma. Lantas ia berkata, "Kepada siapakah saya harus meminta kehalalan kurma yang telah saya makan?". Pemuda menjawab, "Saya adalah ahli waris kakek tua tersebut, insyaallah saya halalkan dengan apa yang telah engkau makan. Akan tetapi ada sebelas ahli waris lagi, saya tidak bisa mengatasnamakan mereka karena mereka mempunya hak yang sama dengan saya sebagai ahli waris."
"Bolehkan saya meminta alamat saudara-saudaramu tersebut?, saya akan mendatanginya satu-persatu." pintanya. Ia pun mendatangi satu-persatu ahli waris dari kakek penjual kurma untuk meminta kehalalan kurma yang Ia makan.
Setelah mendapatkan kehalalan dari semua ahli waris kakek tersebut, Ia kemudian kembali ke Palestina. Dan di masjid al-Aqsa ia berdoa kepada Allah. Lagi-lagi ia mendengarkan percakapan dua malaikat.
"Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak karena makan kurma milik orang lain." Kata salah satu malaikat.
Satunya lagi berkata, "Sudah tidak lagi, sekarang doanya sudah dikabulkan oleh Allah SWT karena Ia telah mendapat penghalalan dari seluruh ahli waris penjual kurma tersebut. Sekarang pun ia telah suci dan bersih seperti sedia kala."
Maha Suci Allah, dari kisah tersebut setidaknya kita bisa mengambil sebuah pelajaran.
_______________________
Dewasa ini isu yang marak adalah PUNGLI. Banyak sekali oknum-oknum yang mengatasnamakan rakyat, para pekerja yang digaji uang rakyat, dan di tempat-tempat yang bertuhankan uang.
Halal sejatinya bukan hanya makanan yang dimakan, karena halal haruslah mencakup dua unsur yakni halal dzatnya dan halal cara memperolehnya.
Semoga kita tetap menuhankan Tuhan yang pantas di-Tuhan-kan. Aamiin.
Tebuireng, 28 oktober 2016.
Khutbah jum'at, Gus Fahmi Amrullah.